Mali Memanas, Pemimpin Aliansi Pemberontakan CMA Sidi Brahim Ould Sidati, Tewas Tertembak Orang Tak dikenal

13 April 2021, 22:02 WIB
Ilustrasi penembakan. /Foto: Pixabay/stevepb/

SEPUTARTANGSEL.COM - Pemimpin Aliansi Pemberontakan CMA Sidi Brahim Ould Sidati, Tewas Tertembak Orang Tak Dikenal.

Kabar tewas Pemimpin Pemberontakan CMA dibenarkan oleh juru bicara gerakan CMA dan pemerintah Mali.

Sidi Brahim Ould Sidati, presiden Koordinasi Gerakan Azawad (CMA), ditembak di ibu kota Bamako pada Selasa pagi, kata juru bicara CMA Almou Ag Mohamed.

Baca Juga: Jadwal Imsak, Shalat, dan Buka Puasa Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Rabu 14 April 2021

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Minta Tolong ke Bank Dunia dan IMF, Politisi Demokrat: Ngutang Itu Dilunasi!

Mohamed juga mengatakan, Sidati sempat dibawa kerumah sakit namun akibat luka-lukanya Pemimpin Pemberontakan itu tidak selamat.

Pemerintah Mali mengkonfirmasi Sidati tewas karena luka tembak dari orang tak dikenal di depan rumahnya sendiri.

Atas tewasnya sidati, sampai saat ini belum ada yang mengaku atau pun bertanggung jawab atas penembakan yang terjadi.

Baca Juga: Bibit Siklon Tropis 94W, BNPB Minta Tiap Pemprov Waspada Terutama Daerah Rawan Bencana

Baca Juga: Jutaan Ton Air Terkontaminasi Radiokatif Dibuang ke Lautan Lepas, China Ungkap Prihatin Terhadap Jepang

Diketahui, Mali saat ini sedang dalam masa transisi setelah kudeta pada tahun lalu, dan dengan adanya penembakan yang menewaskan Pemimpin CMA ditakutkan dapat memperkeruh suasana.

Sebelumnya, Sidi Brahim Ould Sidati telah menandatangani perjanjian damai pada tahun 2015 dan dengan atas nama CMA.

CMA adalah aliansi kelompok pemberontak yang mencari otonomi untuk wilayah gurun Mali utara, yang mereka sebut Azawad, tempat orang Tuareg semi-nomaden telah lama mengeluhkan pengabaian pemerintah.

Baca Juga: Sejumlah Negara Menetapkan 1 Ramadhan Jatuh Pada Rabu, 14 April 2021

Pentandatanganan damai pada tahun 2015 oleh CMA bersama dengan pemerintah dan koalisi milisi pro-pemerintah, yang bertujuan untuk mengakhiri tahun ketidakstabilan di kawasan melalui serangkaian reformasi politik dan kelembagaan.

Walaupun kesepakatan damai sempat mengalami penundaan berkali-kali namun diketahui kesepakatan itu tetap berlaku.

"Pembunuhan ini secara paksa akan berdampak pada proses perdamaian, mengingat peran (Sidati) dan keterlibatannya," kata Redouwane Ag Mohamed Ali, dikutip SeputarTangsel.Com dari Reuters pada 13 April 2021.

Baca Juga: Lebih Dari 15,4 Juta Suntikan Vaksin Sudah Diberikan

Pemberontakan Tuareg dan kudeta di ibu kota pada tahun 2012 menciptakan kekosongan kekuasaan di Mali utara.

Hal ini memungkinkan militan islam untuk merebut kendali setelah Prancis campur tangan pada tahun 2013 silam.

Mali tetap tidak stabil sejak itu, karena militan telah berkumpul kembali dan terus melakukan serangan meskipun ada lebih dari 5.000 tentara Prancis dan sekitar 13.000 penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa.***

Editor: Taufik Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler