SEPUTARTANGSEL.COM - Kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar sejak 1 Februari 2021 lalu belum juga menemukan titik terang.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, setidaknya sudah ada 183 total kematian selama protes anti-kudeta dilakukan.
Ada tiga anak di bawah umur yang tewas dalam insiden paling berdarah pada Minggu, 14 Maret 2021 lalu. Seorang di antaranya seorang anak perempuan berusia 15 tahun.
Baca Juga: Mau Mudik Lebaran 2021? Simak 7 Kebijakan Menhub Budi Karya Sumadi Ini
Baca Juga: Raffi Ahmad Ditangkap Satpol PP di Bandung Barat, Ridwan Kamil Ikut Berkomentar, Ada Apa?
Kemudian, AAPP juga melaporkan ada 20 orang yang ditembak mati oleh pasukan keamanan Myanmar pada hari Senin, 15 Maret 2021 kemarin.
"Korban meningkat secara drastis," kata perwakilan AAPP, dikutip Seputartangsel.com dari Al Jazeera pada hari Selasa, 16 Maret 2021.
Selain itu, pabrik-pabrik China pun dibakar dan dijarah. Akibatnya, Kedutaan Besar China di negara itu pun ikut turun tangan dan mendesak otoritas setempat agar segera menghentikan kekerasan dan menghukum pelaku.
Baca Juga: 4 Bandara Ini Akan Dilengkapi Fasilitas Tes GeNose C19 Mulai Bulan Depan, Dimana Saja?
Peristiwa kudeta ini pun menjadi sorotan dunia internasional.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres bahkan mengaku terkejut dengan meningkatkan kekerasan di tangan militer.
Dia juga meminta agar komunitas internasional untuk segera mengakhiri penindasan tersebut.
Baca Juga: Hubungan AS dengan China dan Korut Memanas, Menlu Antony Blinken Gandeng Jepang Beserta Sekutunya
Diketahui, pemakaman korban tewas akibat protes anti-kudeta Myanmar akan dilakukan pada hari Selasa, 17 Maret 2021 esok hari.
Menurut laporan beberapa media, masyarakat terus menyalakan lilin semalaman di beberapa bagian Yangon dan Mandalay serta beberapa kota lain di Myanmar.
Hingga saat ini, ada enam distrik di Yangon yang berasa di bawah darurat militer akibat kekerasan pada hari Minggu lalu.
Baca Juga: Tolak Impor Beras, Susi Pudjiastuti: Pak Presiden yang Terhormat, Mohon Stop Impor Beras
Hal itu berarti siapa pun yang ditangkap, maka akan menghadapi persidangan di pengadilan militer, bukan pengadilan sipil.
Para terdakwa juga akan dijatuhi hukuman kerja paksa selama tiga tahun, bahkan eksekusi mati.
Para jenderal pun telah melakukan pembatasan penggunaan data seluler sehingga sulit untuk berbagi informasi.***