Anggota DPR Minta Risma Terbuka Terkait Kasus 16,7 Juta Penerima Bansos Fiktif, Benny: Skandal Besar

20 Januari 2021, 14:38 WIB
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman. /Foto: Twitter @bennyHarmanID/


SEPUTARTANGSEL.COM - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman meminta Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk terbuka soal informasi terkait 16,7 juta penerima bantuan sosial (bansos) fiktif.

16,7 juta penerima bansos fiktif itu disebut tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Hal itu sempat dikatakan oleh Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan bahwa pihaknya menemukan 16,7 juta penerima bansos tidak memiliki NIK.

Baca Juga: Sebelum Lepas Jabatan, Jenderal Pol Idham Azis Beri Kenaikan Pangkat kepada 32 Polisi

“KPK menemukan 16,7 juta orang tidak ada NIK, tapi ada di DTKS yang isinya ada 97 juta individu tapi 16 juta itu tidak yakin ada atau tidak orangnya karena jadi kami sampaikan dari dulu hapus saja 16 juta individu itu,” katanya, dikutip dari PR Depok.

Oleh karena itu, Benny K Harman meminta Risma sapaan akrab Mensos untuk menjelaskan secara gamlang.

"Mensos Ibu Risma yth. Mohon jelaskan terbuka informasi beredar luas ttg 16,7 juta penerima Bansos fiktif, tidak ada NIK," cuit Benny melalui akun Twitter pribadinya @BennyHarmanID, Selasa 19 Januari 2021.

Baca Juga: Listyo Sigit Prabowo Bawa 8 Komitmen Sebagai Kapolri, Ini Rinciannya

Menurut Benny, jika disampaikan secara gamblang, kasus akan menjadi skandal besar dan bisa "meledak" di awal tahun 2021.

"Kalo tidak, ini bakal menjadi skandal besar yg meledak awal tahun," ungkap Benny.

"Ingat, protes menurunkan pemimpin antara lain karena pusaran korupsi sekitar istana.Liberte!," pesan Benny kepada Risma.

Seperti diketahui, Mensos sebelum Risma yakni Juliari Peter Batubara ditangkap oleh KPK atas tindak pidana korupsi bansos Covid-19.

Baca Juga: Calon Kapolri, Listyo Sigit Prabowo: Tidak Boleh Ada Hukum Tajam Ke Bawah Tapi Tumpul Ke Atas

Juliari Peter Batubara diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bansos sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, penangkapan dilakukan bermula adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos) RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.

"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima 'fee' Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara)
melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar," kata Firli.

Baca Juga: Rumah Sakit Covid-19 Jakarta Hampir Penuh, Sebanyak 25 Persen Pasien dari Luar DKI

Uang tersebut digunakan untuk membayar keperluan pribadi Juliari dengan dipercayakan untuk dikelola oleh Eko dan Shelvy N.

Sementara, untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang 'fee' dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Sehingga total uang suap yang diduga diterima Juliari adalah senilai Rp17 miliar.***

Editor: Muhammad Hafid

Tags

Terkini

Terpopuler