Gempa Magnitudo 7,4 Disusul Tsunami dan Likuifaksi di Kota Palu, Tepat Dua Tahun Lalu

- 28 September 2020, 14:22 WIB
Permukiman warga di Kota Palu yang porak poranda usai gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018
Permukiman warga di Kota Palu yang porak poranda usai gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018 /Foto: Dok. Aksi Cepat Tanggap/

SEPUTARTANGSEL.COM - Tepat dua tahun lalu, gempa bumi dan tsunami meluluhlantakkan wilayah di pantai barat Pulau Sulawesi bagian utara.

Tepatnya pada tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,4 diikuti dengan tsunami.

Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut kota Palu dengan kedalaman 10 km.

Baca Juga: Lihat Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini untuk Sambut Gajian

Guncangan gempa bumi dirasakan di Kabupaten Donggala, Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Mamuju.

Bahkan terasa hingga Kota Samarinda, Kota Balikpapan di Kalimantan, dan Kota Makassar di Sulawesi Selatan.

Gempa memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Bye, Google Drive Akan Hapus Permanen File Trash Mulai 13 Oktober

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 10 Oktober 2018 mencatat, gempa itu merusak 66.390 bangunan dan menewaskan sebanyak 2.045 orang.

Tak kurang 632 orang menderita luka-luka. Sedangkan lebih dari 100 orang hilang serta 16.732 penduduk mengungsi.

Tak hanya gempa dan tsunami yang menjadi perhatian publik ketika itu.

Baca Juga: KPU Tangsel Tidak Menambah TPS, Tapi Gilir Jam Pencoblosan

Namun, ada fenomena alam yang masih jarang diketahui publik, yakni likuifaksi.

Likuifaksi ini berupa tanah bergerak dan amblas sehingga ribuan rumah di Kelurahan Petobo hancur dan tertimbun bersama penghuninya.

Sutopo Purwo Nugroho, ketika itu Kepala Pusat Data Informasi dan Humas di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggambarkan fenomena ini dalam cuitannya.

Baca Juga: Viral Pasien Covid-19 Ngamuk Karena Tempat Karantina tak Layak, Ngaku Teman Wali Kota Pasha

"Permukaan tanah bergerak dan ambles sehingga semua bangunan hancur. Proses geologi yang sangat mengerikan. Diperkirakan korban terjebak di daerah ini," cuit Sutopo yang meninggal karena kanker paru-paru pada 7 Juli 2019.

Tak ada data pasti tentang jumlah korban akibat likuifaksi ini. Namun, Sutopo mengungkapkan, ribuan orang dinyatakan hilang.

Baca Juga: Masker Wajah Unik Seniman Jepang Ini Memang Beda. Seperti Apa Ya?

Baca Juga: Dibantai Tamunya, Manchester City Telan Pil Pahit 2-5 dari Leicester

"Menurut laporan kepala Desa Palarua dan Petobo, ada sekitar 5.000 orang yang belum ditemukan, namun masih perlu dikonfirmasi," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Minggu 7 Oktober 2018.

Ia menyebut area terdampak pengangkatan dan amblesan di Balaroa seluas 47,8 hektare.

Baca Juga: Viral Kabar Gunung Salak Terbelah, Ini Faktanya

BNPB memperkirakan, bangunan yang rusak di Balaroa mencapai 1.045 unit.

Sementara, di Petobo, luas area terdampak likuefaksi mencapai 180 hektare dengan kerusakan bangunan sebanyak 2.050 unit.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x