Terlalu Fokus di Pariwisata, Bali Meninggalkan Budaya Agrarisnya

- 21 Agustus 2020, 13:46 WIB
Gubernur Bali I Wayan Koster (kiri) berbincang dengan Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra (kanan) saat berkeliling menggunakan kendaraan untuk melihat kesiapan obyek wisata pada hari pertama penerapan normal baru tahap I di Bali Safari And Marine Park, Gianyar, Bali, Kamis 9 Juli 2020.
Gubernur Bali I Wayan Koster (kiri) berbincang dengan Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra (kanan) saat berkeliling menggunakan kendaraan untuk melihat kesiapan obyek wisata pada hari pertama penerapan normal baru tahap I di Bali Safari And Marine Park, Gianyar, Bali, Kamis 9 Juli 2020. /Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO

SEPUTARTANGSEL.COM - Bali selama ini terlalu fokus di pembangunan pariwisata sehingga meninggalkan unsur utama perekonomian Bali yang terkenal akan budaya agrarisnya.

Padahal pertanian Bali telah membuktikan diri sebagai salah satu sektor unggulan ketika Bali kehilangan wisatawan akibat peristiwa Bom Bali.

Begitu pula ketika pandemi Covid-19 melanda Bali dan seluruh dunia.

Baca Juga: Benyamin Davnie - Pilar Saga Ichsan Dapat Dukungan dari Partai Gelora Indonesia

Karena itu Gubernur Bali Wayan Koster mengajak Bupati/Wali Kota se-Bali untuk menangani sektr pertanian lebih serius dan lebih terarah.

Di antaranya dengan membebaskan daerah setempat dari tengkulak dan memperhatikan nasib petani dengan memberikan kepastian harga dan menyediakan pasarnya.

"Sekaranglah momentum yang tepat menyeimbangkan sektor pertanian, pariwisata dengan industri branding Bali," kata Wayan Koster saat melepas ekspor biji kakao fermentasi Bali khas Jembrana ini ke Jepang di Subak Abian Dwi Mekar, Desa Poh Santen, Jembrana pada Kamis, 20 Agustus 2020.

Baca Juga: Survei Indikator Politik: Mayoritas Percaya Jokowi Mampu Tangani Covid-19

"Caranya, kita tangani lebih serius dan lebih terarah. Hasil produksi gabah yang sebelumnya diambil oleh tengkulak, harus dikendalikan sekarang," tambahnya.

Koster mengatakan, di Jembrana masih ada tengkulak yang mengambil gabah sehingga hal ini jangan terjadi lagi dan harus berpikir progresif dengan tidak menjual gabah ke tempat lain atau keluar.

Karena setelah menjadi beras, maka mereka akan bisa kembali menjualnya ke Bali.

Baca Juga: Mahasiswi Indonesia di Swiss Bareng UNESCO Luncurkan Aplikasi iWareBatik

"Padahal, kita di Bali memiliki potensi untuk memproduksi gabah itu menjadi beras. Kalau ini serius kita lakukan, maka masyarakat Bali tidak akan kehilangan pekerjaan dan kehilangan ekonomi," ucapnya.

Dikutip Seputartangsel.com dari Antara, Gubernur Bali juga menegaskan, pemerintah wajib memberikan untung kepada petani, jangan merugikan petani.

Untuk mewujudkannya, penanganan bantuan petani ini akan dibantu di hilir pada 2021.

Baca Juga: Update Corona Tangsel 20 Agustus 2020: Berita Baik, Sehari 27 Pasien Positif Covid-19 Sembuh

Gubernur Bali Wayan Koster juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 15036 Tahun 2020 tentang Pasar Gotong Royong Krama Bali.

Ini merupakan upaya terobosan untuk mengatasi kendala pemasaran yang dihadapi petani, nelayan, perajin, dan pelaku usaha mikro kecil & menengah (UMKM) di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: BERITA BAIK: Jumlah Pasien Covid-19 Indonesia yang Sembuh, Tembus 100.000

"Keberadaan petani di situasi pandemi Covid-19 adalah pejuang ketahanan pangan Bali yang tidak pernah mengenal waktu, namun kondisinya tertinggal," kata Wayan Koster.

"Sangat tertinggal dunia pertanian kita. Belum lagi ada petani kita yang ngambek, karena tidak diberikan kepastian harga," pungkasnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah