Pertumbuhan Ekonomi Negatif, Indonesia Hadapi Ancaman Resesi

- 16 Juni 2020, 21:05 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani.*
Menteri Keuangan Sri Mulyani.* //Dok. Kemenkeu/- Foto: Dok. Kemenkeu

SEPUTARTANGSEL.COM - Pertumbuhan ekonomi negatif diperkirakan akan terus berlanjut hingga kuartal III 2020.

Praktis, Indonesia menghadapi ancaman resesi jika dua triwulan berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, secara teknis suatu negara bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi atau negatif selama dua triwulan berturut-turut.

Baca Juga: BERITA BAIK: Dalam 2 Hari Terakhir, 163 Pasien Covid-19 Tangsel Sembuh

Ia sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 mencapai -3,1 persen.

“Semua lembaga ekonomi memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan negatif pada triwulan II bahkan hingga -6 persen. Namun pemerintah memprediksikan bahwa pertumbuhannya berada di kisaran -3,1 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara daring di Jakarta, Selasa 16 Juni 2020

Baca Juga: Update Corona Indonesia 16 Juni 2020: Tembus 40.000 Kasus Positif

Diakui Sri Mulyani, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 sebesar 2,97 persen menunjukkan tendensi kinerja ekonomi Indonesia menuju skenario sangat berat.

Dalam skenario sangat berat yang dibuat oleh pemerintah tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan mencapai -0,4 persen.

Baca Juga: Longsoran Sampah TPA Cipeucang ke Sungai Cisadane Sudah Rampung Dikeruk

Sri Mulyani mengakui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 sangat berat.

Hal itu terlihat dari perlambatan, bahkan kontraksi ekonomi di berbagai sektor termasuk manufaktur.

Kondisi tersebut, jelas Sri Mulyani, juga turut mempengaruhi pemasukan negara melalui pajak.

Baca Juga: Siap Coblos? Nikita Mirzani Ancang-ancang Jadi Caleg DPR RI 2024

Kondisi terberat, lanjutnya, adalah pertumbuhan ekonomi di bulan April dan Mei. Sementara geliat ekonomi mulai menunjukan optimisme pada Juni 2020.

Meskipun begitu, geliat ekonomi di bulan Juni diperkirakan belum akan mendongkrak ekonomi Indonesia hingga di level positif pada triwulan III 2020.

Karena itu, sangat mungkin pertumbuhan negatif akan berjalan dalam 2 triwulan berturut-turut.

“Resesi itu kan jika dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif.  Kita berupaya untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi mendekati nol persen meskipun masih kontraksi. Dengan demikian, secara teknik Indonesia tidak tergolong mengalami resesi,” harap Sri Mulyani.

Baca Juga: Mikel Arteta Pede Pierre-Emerick Aubameyang Perpanjang Kontrak di Arsenal

Meskipun demikian, Sri Mulyani optimistis jika pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan akan berada di level positif.

“Karena di triwulan I kan 3 persen, dan nanti akan ada pemulihan ekonomi di triwulan III yang berlanjut hingga triwulan IV,” jelasnya.

Menurutnya, ketidakpastian pemulihan ekonomi saat ini masih tinggi. Salah satunya karena dibayangi oleh ancaman gelombang kedua penyebaran Covid 19.

Baca Juga: Aktivis Black Lives Matter Ditemukan Tewas Setelah Seminggu Menghilang

“Kita lihat di negara lain seperti di Cina yang sudah ada penularan sejak Desember, mereka langsung melakukan penutupan ketat di Wuhan sehingga kurva pertumbuhan penyakitnya melandai. Namun saat ini kembali muncul outbreak di Beijing,” ujar dia.

Situasi pelemahan ekonomi global dan Indonesia berpengaruh terhadap kinerja pendapatan negara.

Sampai dengan akhir bulan Mei 2020, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp664,32 triliun.

Baca Juga: Diserang Haters, Bintang Emon Buka Tutup Akun dan Jadi Trending Topic Twitter Indonesia

Angka capaian pendapatan negara dan hibah tersebut tumbuh negatif 9,02 persen (yoy).

Sri Mulyani mengatakan, hampir seluruh jenis pajak utama terkontraksi karena penerimaan di Mei yang cukup dalam akibat perlambatan kegiatan ekonomi dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Sementara itu, penerimaan seluruh sektor usaha di Januari hingga Mei 2020 tumbuh negatif.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Bintang Emon Diserang Gara-gara #GakSengaja Hingga Covid-19 Tangsel Melonjak Lagi

Ini berkebalikan dengan Januari-April 2020 di mana Industri Pengolahan dan Jasa Keuangan dan Asuransi masih tumbuh positif.

Kegiatan produksi melambat akibat terbatasnya suplai bahan baku impor dan pembatasan kegiatan produksi akibat Covid-19.

Baca Juga: Kreatif dan Recehnya Netizen +62 Menyikapi Tuntutan Ringan Karena #GakSengaja

Volume penjualan barang dan jasa pada berbagai sektor juga sangat tertekan akibat PSBB, menurunnya daya beli, serta perubahan pola spending-saving masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Dia menambahkan, realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga 31 Mei 2020 mencapai Rp537,3 triliun, lebih tinggi 1,2 persen dari realisasi APBN 2019.

Baca Juga: Mendikbud Izinkan Sekolah di Zona Hijau Dibuka, Ini Syarat-syaratnya

Peningkatan kinerja realisasi Belanja Pemerintah Pusat tersebut antara lain dipengaruhi oleh realisasi bantuan sosial yang mencapai Rp78,85 triliun atau tumbuh 30,71 persen (yoy).

Pertumbuhan realisasi bantuan sosial di tahun 2020 dipengaruhi oleh penyaluran berbagai program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dilakukan Pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19.(*)

Editor: Sugih Hartanto

Sumber: Permenpan RB


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x