Bencana Hidrometeorologi Paling Dominan 5 Tahun Terakhir, 7 Provinsi Ini Paling Sering Tertimpa

- 16 Agustus 2022, 08:35 WIB
Ilustrasi bencana hidrometeorologi basah berupa tanah longsor. Dalam 5 tahun terakhir, bencana hidrometeorologi mendominasi kejadian bencana di tanah air. 7 provinsi menyumbang terbanyak.
Ilustrasi bencana hidrometeorologi basah berupa tanah longsor. Dalam 5 tahun terakhir, bencana hidrometeorologi mendominasi kejadian bencana di tanah air. 7 provinsi menyumbang terbanyak. /Foto: Instagram @bpbdsumedang/

SEPUTARTANGSEL.COM - Potensi bencana hidrometeorologi di banyak provinsi di Indonesia terus mengancam memasuki musim hujan.

Bahkan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, dalam 5 tahun terakhir, nyaris 95 persen peristiwa bencana alam di Indonesia didominasi oleh bencana

Dari seluruh bencana hidrometeorologi itu, paling dominan adalah bencana hidrometeorologi basah.

Baca Juga: Peringatan BMKG: Siaga dan Waspada, 18 Provinsi Hadapi Potensi Bencana Hidrometeorologi Esok Hingga Lusa

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengungkapkan hal tersebut dalam Disaster Briefing daring di Jakarta, Senin 15 Agustus 2022.

Abdul Muhari menjelaskan, hidrometeorologi basah meliputi cuaca ekstrem, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

Sedang hidrometeorologi kering di antaranya adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Baca Juga: Waspada Gelombang Tinggi Besok, BMKG Rilis Beberapa Wilayah

"Paling dominan lagi itu adalah hidrometeorologi basah, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor hampir 90 persen, baru hidrometeorologi kering seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," kata Abdul, dikutip SeputarTangsel.Com dari Antara, Selasa.

Abdul Muhari mengungkapkan, ada 7 provinsi yang menjadi 'titik panas' atau paling banyak menyumbang angka kejadian bencana hidrometeorologi.

Ketujuh provinsi itu adalah Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Sesar Baribis Potensi Gempa di Jakarta dan Sekitarnya, BMKG: Terbukti Aktif

Menurut Abdul, jika di daerah-daerah tersebut dapat ditekan kejadian bencananya sebesar 50 persen saja, dapat mengurangi angka bencana nasional sebesar 15-25 persen.

"Sangat dominan efek dari tujuh provinsi ini terhadap pengurangan kejadian bencana dan risikonya di Indonesia," ungkapnya.

Abdul mengatakan dalam lima tahun terakhir, tahun 2020 dan 2021 kejadian bencana terhitung paling banyak, karena adanya fenomena La Nina.

Baca Juga: Bukan Gelombang Panas, BMKG Jelaskan Penyebab Suhu Tinggi di Indonesia Hingga Pertengahan Mei 2022

Fenomena La Nina, jelasnya, membawa peningkatan frekuensi kejadian hujan, baik itu curah hujannya, maupun seberapa sering hujan terjadi di wilayah Indonesia.

Hal itu menyebabkan banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem naik sangat signifikan.

Namun, pada 2022, seiring berkurangnya pengaruh La Nina, pada Februari dan Maret ada penurunan intensitas dan curah hujan.

Abdul juga mengungkapkan, selain soal bencananya, masalah pengungsian korban bencana juga menjadi hal yang diperhatikan, karena masih dalam situasi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Soal Suhu Panas Terik Saat Siang Hari, BMKG Ungkap Penyebabnya dan Minta Masyarakat Waspadai Hal Ini

Sebagaimana diberitakan, Peringatan disampaikan, peringatan potensi bencana hidrometeorolohi terakhir disampaikan BMKG melalui akun Twitter @infoBMKG pada Minggu, 14 Agustus 2022.

Sebanyak 18 provinsi di Indonesia berstatus siaga dan waspada menghadapi potensi bencana alam pada Senin, 15 Agustus 2022 hingga Selasa, 16 Agustus 2022.

Potensi bencana yang mungkin terjadi pada rentang waktu tersebut adalah bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang dan turunannya seperti longsor, sebagai dampak dari potensi hujan lebat.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini