Dirinya menjelaskan bahwa seseorang menjadi pejabat publik terpilih (elected official) dikarenakan dipilih berdasarkan suara rakyat.
"Maka pencopotan seorang pejabat terpilih hanya bisa melalui mekanisme hukum publik. Tdk bisa dengan AD/ART partai," tuturnya.
Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa partai politik tidak boleh mengatur anggotanya melalui mekanisme etik, tapi mekanisme etik tidak bisa serta-merta menjadi dasar pencopotan seorang pejabat publik yang dipilih oleh rakyat.
Lebih lanjut, Fahri Hamzah menuturkan untuk mengatur anggotanya, partai politik harus memiliki mekanisme hukum publik seperti vonis pidana korupsi dan yang lainnya.
Selain itu, mantan Wakil Ketua DPR RI ini menegaskan bahwa partai politik di Indonesia jangan mengambil inspirasi dari negara-negara yang menganut komunis.
"Partai politik di Indonesia jangan mengambil inspirasi dari partai politik di negara komunis yang menjadikan semua kadernya sebagai perkakas partai politik untuk menguasai negara dan tunduk kepada partai politik yang mengatur Negara dari belakang. Ini negara demokrasi!" tegasnya.
Sebelumnya, politisi Gerindra, Mohamad Taufik dipecat dari Partai Gerindra yang keputusannyanberasal dari Majelis Kehormatan Partai (MKP) karena dinilai telah melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai.
Bahkan sebelumnya Mohamad Taufik juga telah lebih dulu dicopot dari jabatannya, yaitu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dan digantikan oleh Rani Mauliani.***