Garuda GA 421 Water Landing di Sungai Bengawan Solo, Seorang Pramugari Tewas, Tepat 20 Tahun Lalu

- 16 Januari 2022, 11:24 WIB
Ilustrasi pesawat melakukan water landing atau pendaratan darurat di air. Tepat 20 tahun lalu pada 16 Januari 2002, pesawat Garuda Indonesia melakukan water landing di Sungai Bengawan Solo wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Ilustrasi pesawat melakukan water landing atau pendaratan darurat di air. Tepat 20 tahun lalu pada 16 Januari 2002, pesawat Garuda Indonesia melakukan water landing di Sungai Bengawan Solo wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. /Foto: Pixabay/XMCWX/

SEPUTARTANGSEL.COM - Dunia penerbangan Indonesia dilanda duka menyusul kecelakaan yang menimpa pesawat Garuda Indonesia GA 421.

Pesawat Garuda Indonesia GA 421 itu terpaksa melakukan water landing, yakni pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo, Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Dalam insiden ini, seorang pramugari tewas karena tersedot keluar pesawat yang disebabkan terbukanya pintu darurat.

Baca Juga: Ada Kaesang Pangarep di Kemasan Snack Pesawat Garuda, Dokter Eva: Pasti Lewat Tender Ya? Biar Nda Dikira KKN

Sementara 5 awak pesawat serta 54 penumpang lainnya selamat, sebagian dengan cedera ringan.

Peristiwa mengerikan itu terjadi tepat 20 tahun lalu pada 16 Januari 2002.

Pesawat Garuda Indonesia GA 421 melakukan pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo akibat trouble yang dialami.

Garuda 421 terbang dari Mataram, Lombok menuju Bandara Adisucipto Yogyakarta sekitar pukul 08.00 WIB. Saat tinggal landas, climb dan cruise selama penerbangan, cuaca dilaporkan cerah.

Baca Juga: HOT TOPIC: Kaesang Dilaporkan ke KPK, Garuda Tarik Snack Bergambar Wajahnya Hingga Privilege Anak Presiden

Pilot melaporkan saat ketinggian kurang lebih 31.000 kaki, ia memutuskan untuk mengambil rute lain karena melihat ada badai di radar cuaca dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan.

Analisis dari kotak hitam data penerbangan digital (DFDR) dan gambar yang diperoleh dari satelit NOAA-12 menunjukkan bahwa penerbangan telah memasuki badai sewaktu kru pesawat memulai untuk mengubah rute dari rute normal menuju Yogyakarta.

Data satelit menunjukan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar pukul 09.18 WIB. Cuaca sangat buruk dan badai juga terekam dalam rekaman percakapan di dalam kokpit (CVR).

Baca Juga: Snack Bergambar Kaesang Bakal Ditarik dari Garuda, Dokter Pandu Riono: Ganti Saja dengan Ghozali Everyday

Data dari pencitraan satelit, CVR dan DFDR serta pernyataan pilot menunjukkan, sebelum pesawat memasuki kawasan badai, pesawat menuju selatan dan terbang menuju ke celah anatara dua badai.

Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat.

Setelah 90 detik memasuki badai, kedua mesin pesawat mati pada 09.20 WIB, CVR dan DFDR berhenti merekam karena kehilangan listrik dari generator yang berada di kedua mesin pesawat.

Pilot mencoba tiga kali menghidupkan kembali mesin pesawat namun gagal dan memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di sungai Bengawan Solo.

Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Serahkan Bukti Audit Investigasi Garuda Indonesia, Netizen: Wah Bakal Ada Tersangka

Menurut laporan penerbangan yang dikeluarkan oleh KNKT di tahun 2006 yang dilansir dari YouTube TamaraDelv, jenis pesawat yang digunakan dalam penerbangan GA 421 ini adalah jenis Boeing 737-300.

Boeing 737-300 ini diproduksi tahun 1989, usianya sekitar 13 tahun pada saat melakukan pendaratan darurat dan pesawat ini telah memiliki 28.141 jam terbang.

Pilot yang bertugas pada saat itu adalah Kapten Abdul Rozak, usianya 44 tahun. Ia bergabung dengan Garuda Indonesia di tahun 1980.

Baca Juga: Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh di Kepulauan Seribu, 62 Tewas Tepat Setahun Lalu

Artikel ini sebagian dikutip dari Galamedia dengan judul: "Pesawat Garuda Indonesia GA 421 Mendarat Darurat di Sungai Bengawan Solo 16 Januari 2002"

Kapten Abdul juga telah memiliki jam terbang termasuk di dalamnya ada 5.086 jam terbang dengan menggunakan jenis pesawat Boeing 737.

Sementara kopilot yang bertugas pada saat itu adalah first officer Harry Gunawan, usianya 46 tahun dan ia bergabung dengan Garuda Indonesia di tahun 1982 dan telah memiliki 7.137 jam terbang.

Berkat jam terbang dan keahlian pilot serta kru lainnya, Garuda Indonesia berhasil mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo dan menjadi saksi terselamatkannya 59 nyawa. *** (Muhammad Fauzi RS/Galamedia)

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x