"Karena kalau surveinya konsisten dengan metodologi yang sama, dengan periode yang sama, seharusnya hasilnya tidak jauh berbeda. Kalau hasilnya jauh berbeda, Prabowo dari nomor satu lalu terpelanting nomor lima, kemudian Sandiaga yang tadinya nomor enam jadi nomor dua, nah itu barangkali kita harus berhati-hati cara membacanya," sambungnya.
Lebih lanjut, Refly Harun berharap bahwa siapapun presidennya, presidential threshold bisa dihilangkan agar demokrasi di Indonesia bisa bertumbuh subur.
Dia menilai, yang lebih dibutuhkan saat ini adalah membangun sistem elektoral yang lebih solid dibandingkan dengan mengandalkan individu untuk membangun negeri.
"Ketimbang kita mengandalkan orang per orang untuk dijadikan calon presiden, jauh lebih baik kalau kita itu membangun sistem elektoral yang lebih baik, lebih solid," tegasnya.***