"Banyak yang mengkritik mereka, bahkan mengatakan mereka radikal. Ada 2 catatan saya," kata Yenny.
Pertama, kata Yenny, ia senang para guru dari santri-santri ini mengatur agar mereka divaksinasi. Dengan divaksin, mereka bukan saja melindungi dirinya tetapi juga orang-orang di sekelilingnya dari ancaman Covid-19.
Kedua, lanjutnya, menghafal Al-Qur'an bukan pekerjaan yang mudah.
"Kawan baik saya, Gus Fatir dari pesantren @ponpespi_alkenaniyah belajar menghafal AlQuran sejak usia 5 th. Beliau mengatakan bahwa memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal Quran," tutur Yenny.
Jadi, jelas Yenny, jika anak-anak santri ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Al-Qur'an dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal.
"Yuk kita lebih proporsional dalam menilai orang lain. Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dll," tandasnya.
Menurut Yenny, menyematkan label pada orang lain hanya akan membuat masyarakat terbelah.
"Mari kita belajar untuk lebih saling mengerti satu sama lain, dan itu bisa dimulai dengan memahami dan menerima bahwa nilai yang kita anut tidak perlu sama untuk bisa tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia," ujar Yenny.