Hukum Musik Menurut Islam, Ini Kata Buya Yahya

- 15 September 2021, 06:18 WIB
Buya Yahya menjelaskan hukum musik menurut Islam
Buya Yahya menjelaskan hukum musik menurut Islam /Foto: Tangkapan layar kanal YouTube Al Bahjah TV/

SEPUTARTANGSEL.COM – Musik, baik berupa syair maupun alatnya mempunyai posisi dan kedudukan hukum tersendiri dalam Islam.

Ini merupakan tanda, bahwa ajaran Islam sangat menyeluruh. Tidak ada aspek dalam kehidupan yang tidak tersentuh oleh aturan syariat Islam.

Menurut Buya Yahya, hukum musik menurut Islam harus dilihat dari berbagai aspek, mulai dari hukum menyenandungkan lagu, siapa yang menyanyikan, tempat, waktu, dan alat yang digunakan.

Baca Juga: Santri Penghafal Al-Qur'an Tutup Telinga Tak Ingin Dengar Musik, Putri Gus Dur: Jangan Gampang Cap Radikal

Pada pembukaan penjelasannya, Buya Yahya terlebih dahulu menjelaskan hadist tentang alat musik.

“Tidak ada hadits yang shahih tentang musik, kecuali dari Imam Bukhari, ‘akan datang kepada umatku, mereka menghalalkan perzinahan, khamar (minuman keras), dan ma’dzib,” ujar Buya Yahya sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Al Bahjah TV, 31 Oktober 2016.

Namun, sebelum menjelaskan secara terperinci tentang ma’dzib atau alat musik, Pemilik nama asli KH Yahya Zainul Ma'arif, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon, Jawa Barat ini, menguraikan terlebih dahulu 4 hal yang dikemukakan di atas.

Baca Juga: Hilmi Firdausi: Saya Nggak Nyinyir Kepada Orang yang Haramkan Musik  

Pertama, hukum menyenandungkan lagu. Selama isinya tidak mengandung maksiat, Islam membolehkannya.

Kedua, siapa yang menyenandungkan lagu. Meski menyenandungkan lagu tergolong dibolehkan dalam Islam, umat Islam harus melihat dulu siapa yang bernyanyi.

Lagu shalawat yang dinyanyikan oleh perempuan sambil menggoyangkan tubuh, menjadikannya haram. Padahal isinya tidak mengandung maksiat.

Ketiga, musik dengan syarat pertama dan kedua harus diperdengarkan di tempat yang terhormat. Bukan tempat maksiat di mana orang melakukan perbuatan buruk.

Keempat, musik diizinkan selama waktunya tepat. Lagu yang dibolehkan dapat berubah hukumnya jika dinyanyikan saat waktu shalat tiba atau waktu tidur dengan suara keras.

Kelima, alat musik yang umumnya diperdengarkan mengiringi lagu atau syair. Di sini perlu kehati-hatian umat Islam dalam bersikap.

Baca Juga: Santri Penghafal Al-Qur'an Tutup Telinga Tak Ingin Dengar Musik, Putri Gus Dur: Jangan Gampang Cap Radikal

Buya Yahya menjelaskan, sebelumnya Rasulullah tidak pernah melarang musik. Beliau pernah mengizinkan seorang berempuan bernadzar, jika Rasulullah selamat dalam perang, maka dia akan memukul rebana di atas kepala. Selain itu, rebana juga boleh dimainkan dalam pesta pernikahan.

Mengapa dalam hadits Bukhari di atas, alat musik kemudian diharamkan? Hal tersebut terkait dengan dua kata sebelumnya, yaitu perzinahan dan khamar.

Alat musik yang biasa dimainkan bersamaan dengan tindakan perzinahan dan sambil mengkonsumsi minuman keras diharamkan.

“Jika tidak mengarahkan pada kefasikan, maka tidak dapat dikatakan haram,” ujar Buya Yahya.

Baca Juga: Diaz Hendropriyono Sindir Santri Penghafal Al-Qur'an Tutup Telinga, Zara Zettira Unggah Foto Bung Karno

Contoh alat musik yang dibolehkan adalah alat musik tradisional untuk penyemangat dalam peperangan. Yang penting memenuhi 4 syarat sebelumnya.

Meski demikian, musik hukumnya mubah atau boleh, bukan dianjurkan, karena dapat menjadikan orang lupa atau lalai.

“Santri sebaiknya tidak banyak mendengar hal itu,” ungkap Buya Yahya. ***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini