Bagi orang yang mempunyai sakit komorbid, seperti darah tinggi dan diabetes, vaksin tidak memenuhi kriteria thoyyib.
Baca Juga: Olimpiade Tokyo 2020: Anthony Sinisuka Ginting Hadapi Pebulu Tangkis Tuan Rumah di Babak 16 Besar
Di luar kriteria halal dan thoyyib dan halal dan tidak thoyyib, Islam juga membolehkan makanan yang haram tetapi thoyyib bila terpaksa. Hal tersebut dijelaskan dalam Al Quran.
“… Tetapi siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” (QS. Al Baqarah (2): 173).
Penekanannya, sesuatu yang haram bisa dikonsumsi dalam kondisi darurat. Namun, jika dihadapkan pada dua pilihan, maka umat Islam tetap harus memilih yang halal.
“Kalau vaksin yang halal nggak ditemukan dari unsurnya dan terdesak sampai mengancam nyawa, maka yang tidak halal boleh dipakai sampai ditemukan yang halal,” ujar UAH dalam penjelasannya.
Lebih lanjut, di akhir kajiannya, UAH membuka Fatwa MUI tentang vaksin Sinovac. Dia meminta persoalan ini dipisahkan dari unsur politik dan lainnya.
Banyak sudah masyarakat Indonesia yang terkena Covid-19, bahkan hingga kematian. Jadi, harus dilihat secara menyeluruh dan jernih.
Dalam Fatwa MUI tentang Sinovac, yang disebut juga Corona Vac atau Vaksin Covid-19, dijelaskan secara terperinci. Badan ini telah melakukan penelitian dan mengkaji tidak ada unsur babi dan manusia dalam materinya. Fasilitas produksi juga dikhususkan dan tidak ada pencampuran dengan bahan lain.