Baca Juga: PLO Memperingatkan Israel, Pawai Bendera Dapat Memicu Ledakan
Berdasarkan hadis di atas ulama yang meyakini hukumnya wajib, orang tua dapat melakukan aqiqah kapan saja ketika mampu. Bahkan, ketika anak sudah dewasa.
Pendapat yang kedua menyatakan, aqiqah adalah sunnah muakkad. Ibadah yang dilakukan akan mendapat pahala jika dikerjakan dan tidak berdosa saat ditinggalkan. Meski demikian, untuk orang tua yang mampu hal ini sangat dianjurkan.
عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِيّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مَعَ اْلغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ فَاَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا وَ اَمِيْطُوْا عَنْهُ اْلاَذَى
Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasulullah bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Shahih Hadits Riwayat Bukhari (5472))
Baca Juga: Jurnalis Dipecat, Sebut Israel Lebih Buruk dari Nazi dan Menyuruh Pasukan Israel ke Neraka
Ulama yang menyepakati hukum aqiqah sunnah muakkad lebih banyak dibandingkan dengan wajib. Selain dasar hadist di atas, Islam tidak memberatkan umatnya.
Diriwayatkan Samurah bin Jundub Ra, Rasulullah Saw bersabda, "Setiap bayi digadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hati ketujuh, lalu dicukur dan diberi nama." (HR. An-Nasa'i).
Sesuai dengan hadist di atas, aqiqah dianjurkan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Jika pada saat itu, orang tua masih berhalangan melaksanakan aqiqah untuk sang anak, maka dapat dilakukan pada hari ke-14 atau 21. ***