Sesama Anggota NATO, Macron Menilai Erdogan Nyatakan Perang

- 2 November 2020, 16:14 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Presiden Prancis Emmanuel Macron. /Foto: Instagram @emmanuelmacron/

SEPUTARTANGSEL.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menunjukkan rasa hormat dan tidak berbohong.

Macron menganggap Turki menunjukkan sikap berperang terhadap sekutunya di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) karena bersikap arogan terhadap sesama anggota NATO.

Prancis dan Turki sama-sama anggota NATO yang berkomitmen untuk menjaga perdamaian di teritorial Atlantik Utara.

Baca Juga: Irjen Napolen Bonaparte Didakwa Terima Rp6,1 Miliar dari Djoko Tjandra, Ini Alur Kasusnya

Baca Juga: Langka, Rizal Ramli Puji Salah Seorang Menteri, Ini Orangnya

"Turki memiliki sikap permusuhan terhadap sekutu NATO," katanya dalam sebuah wawancara dengan Al-Jazeera pada Minggu, 1 November 2020.

Macron bersikukuh bahwa Prancis menginginkan segala sesuatunya tenang. Karena itu dia menyerukan Erdogan untuk menghormati Prancis, menghormati Uni Eropa, serta menghormati nilai-nilainya, juga tidak berbohong, dan tidak melontarkan hinaan.

Dia menegaskan bahwa Prancis telah menyampaikan belasungkawa kepada Turki setelah gempa mematikan di Laut Aegea. Prancis juga sudah menawarkan mengirim bantuan ke lokasi bencana.

Baca Juga: Jabodetabek Diguyur Hujan Angin Disertai Petir Hari Ini, Doni Monardo Imbau Masyarakat Waspada

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Sudah Dibuka, Ini Tipsnya Agar tak Gagal Terus

Dalam kesempatan itu, Macron juga menyinggung intervensi Turki di Suriah, Libya dan Mediterania, penembakan Pendeta hingga Argumen Pembelaan Presiden Prancis. Dia menyebut intervensi Turki di Suriah sebagai sesuatu yang diluar batas kepentingan kepala negara.

Macron menilai campur tangan Turki di negara itu merupakan agresi bagi sekutu NATO. Kata dia, Ankara tidak menghormati embargo senjata di Libya, serta menunjukkan sikap sangat agresif di Mediterania timur.

"Saya perhatikan bahwa Turki memiliki kecenderungan imperial di kawasan dan saya pikir kecenderungan imperial ini bukanlah hal yang baik untuk stabilitas kawasan, itu saja," imbuh Macron.

Baca Juga: [BREAKING NEWS] Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Sudah Dibuka, Serbu!

Baca Juga: POPULER HARI INI: Malioboro Akan Ditutup Permanen Hingga Komentar Jokowi Bikin Ingat Abu Janda

Ketegangan antara Prancis dan Turki memuncak akhir pekan lalu ketika Erdogan mempertanyakan kesehatan mental Macron yang dipicu pernyataannya yang membela publikasi kartun Nabi Muhammad dan menghina Islam.

Prancis merespons dengan memanggil duta besar mereka di Ankara. Namun pada hari Sabtu, Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian mengatakan Prancis akan mengirim kembali duta besar ke Ankara setelah absen sepekan.

Le Drian mengatakan kepada penyiar RTL bahwa Turki dengan sengaja memanfaatkan pemenggalan guru di Paris untuk meluncurkan kampanye penuh kebencian dan fitnah terhadap Prancis.

Baca Juga: FPI Klaim Aksi 211 Siang Ini Akan Diikuti Ribuan Peserta dari Berbagai Ormas Islam

Baca Juga: Ikut Komentari Karikatur Penghinaan Kepada Nabi Muhammad SAW, Ini Kata SBY

Guru bernama Samuel Paty itu dipenggal pada 16 Oktober lalu karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya dalam diskusi kelas tentang kebebasan berbicara.

Namun Le Drian mengatakan kecaman Turki atas serangan penusukan di sebuah gereja di Nice beberapa hari lalu membuat Prancis memutuskan untuk kembali mengirim duta besar ke Ankara.

"Kami meminta duta besar kami untuk kembali ke Ankara besok untuk menindaklanjuti permintaan klarifikasi dan penjelasan ini dengan otoritas Turki," ujarnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x