2 Saksi Kunci Kasus Tumpahan Minyak Montara Meninggal Dunia Usai Berikan Kesaksian

- 28 Januari 2022, 13:15 WIB
Tumpahan minyak Montara pada 2009 lalu
Tumpahan minyak Montara pada 2009 lalu /Dok.YPTB/

SEPUTARTANGSEL.COM - Proses hukum kasus tumpahan minyak Montara yang berlokasi sekitar 250 km dari lepas pantai Australia Barat, hingga tumpahannya mencemari Laut Timor pada 21 Agustus 2009 lalu masih belum usai.

Dua orang saksi kunci kasus tumpahan minyak itu meninggal dunia di tengah kasus yang masih berjalan.

Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni, yayasan yang selama ini menangani kasus itu menyebut kedua saksi kunci tewas usai memberikan kesaksian di pengadilan.

Baca Juga: Produsen AS Turunkan Produksi, Harga Minyak Dunia Melonjak

"Dua saksi kunci itu meninggal dunia setelah pulang dari Sydney, usai memberikan kesaksian di pengadilan Australia," kata Ferdi dikutip SeputarTangsel.Com dari ANTARA pada Jumat, 28 Januari 2022.

"Keduanya adalah Gabriel Mboeik II dan Melkianus," sambungnya.

Kedua saksi kunci tersebut merupakan tokoh masyarakat di Desa Oelua dan Oebua, yang berasal dari dari Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, kabupaten terselatan di Indonesia yang memang berbatasan langsung dengan laut Australia.

Baca Juga: Indonesia Dirugikan Bila Upaya Tiongkok Kuasai Laut China Selatan Terwujud, Laut Natuna Utara Jadi Taruhan

Menurut Ferdi, Gabriel Mboeik II dan Melkianus merupakan dua dari ratusan korban serta saksi kunci dari kasus tumpahan minyak Montara tersebut.

Pada Juni 2019 lalu ada lebih dari 30 saksi petani rumput laut yang memberikan kesaksian di pengadilan Australia, termasuk kedua saksi kunci tersebut.

Lebih lanjut, Ferdi menjelaskan saat di pengadilan, Gabriel Mboeik sempat menceritakan bahwa ketika kejadian minyak Montara yang mengalir sampai ke lokasi budi daya rumput laut di Rote Ndao itu bau minyaknya sangat menyengat saat tali rumput laut diangkat.

"Ia merasa gatal di tubuhnya, dan tidak hanya satu petani rumput laut saja, tetapi hampir semua petani rumput laut di NTT," terang Ferdi.

Baca Juga: NATO Kirim Kapal Laut dan Jet Tempur ke Eropa Timur dalam Krisis Ukraina

Menurut Ferdi selain Gabriel Mboeik II dan Melkianus, ada sekitar 100 lebih petani rumput laut lainnya yang meninggal dunia akibat terkena tumpahan minyak itu di tengah bergulirnya proses hukum kasus tersebut.

Ketua YPTB itu pun mengaku sempat meninjau langsung kondisi petani yang terdampak tumpahan minyak, kulit mereka bahkan menunjukkan ruam dan bekas luka yang mengerikan di lengan dan bagian tubuh lainnya.

Pasalnya, para petani yang menjadi korban sebelumnya tidak mengetahui dari mana asal tumpahan minyak yang mengalir ke wilayah mereka itu, dan mereka bahkan tidak tahu bahwa tumpahan minyak itu berbahaya.

"Agustus tahun ini adalah tahun ke 13 dimana proses tuntutan masih terus dilakukan oleh para petani rumput laut dan nelayan di sejumlah daerah di NTT yang terkena dampak," jelasnya.

Kasus tumpahan minyak akibat ledakan di kepala sumur Montara itu disebut-sebut merupakan dampak dari praktik industri minyak yang buruk dan kurang pengawasan dari peraturan Australia.

Ferdi pun mengaku akan terus memperjuangkan keadilan bagi para petani, dan menuntut hak mereka kepada Pemerintah Australia dan juga perusahaan PTT Exploration and Production (PTTEP) Australia yang induk perusahaanya adalah PTTEP yang berbasis di Bangkok, Thailand sebagai pihak yang harus bertanggung jawab.***

Editor: Dwi Novianto


Tags

Terkait

Terkini