SEPUTARTANGSEL.COM - China dan Rusia diketahui tengah bekerja sama dengan berbagi sistem komunikasi listrik untuk meningkatkan kehadiran strategis mereka.
Sebanyak 10.000 pasukan tentara gabungan China dan Rusia juga dilaporkan melakukan latihan militer di wilayah barat Ningxia.
Pelatihan para pasukan tentara dari China dan Rusia disebut difokuskan pada peringatan dini, pengintaian, peperangan elektronik, dan serangan bersama.
Baca Juga: Hubungan Amerika Serikat dan China Semakin Memanas, Presiden Tiongkok Xi Jinping Siap Perang di Asia
Kedua negara itu kini tengah dalam pengawasan setelah kontak mereka baru-baru ini kepada kelompok Taliban.
Mereka diawasi karena sejumlah tanda mengatakan bahwa keduanya tengah berkoordinasi untuk melakukan misi dan operasi bersama.
Dilansir dari Express, hal tersebut terjadi setelah Amerika Serikat (AS) dan pasukan dari beberapa negara Barat lainnya menarik pasukan mereka dari Afghanistan.
Baca Juga: China Dituduh Diam-diam Invasi Korea Selatan, Anggota Parlemen Protes
Menurut keterangan Direktur Penelitian China Aerospace Studies Institute di Air University, Rodrick Lee mengatakan bahwa hal ini merupakan kali pertama China membiarkan Rusia bergabung dalam latihan militer mereka.
"Ini adalah pertama kalinya China benar-benar mempelajari, membiarkan Rusia berpartisipasi dalam salah satu latihan mereka," kata Lee.
"Latihan bilateral khusus sering ditujukan untuk mengembangkan hubungan daripada kemampuan berperang yang sebenarnya," sambungnya.
Sementara itu, Peneliti Senior di Pusat Analisis Strategi dan Teknologi yang berbasis di Moskow, Mikhail Barabanov mengatakan bahwa keputusan Rusia untuk melakukan latihan gabungan bersama China adalah langkah menuju kerja sama militer.
Menurutnya, kerja sama ini akan lebih jauh dan lebih cepat dengan melibatkan semua strategi baru yang dimiliki kedua belah pihak.
Lebih lanjut, media militer China telah melaporkan bahwa para tentara Rusia akan diberikan akses ke gudang kendaraan lapis baja di Beijing untuk pertama kalinya.
Meski begitu, belum diketahui pasti apakah mereka mengizinkan Rusia untuk mengakses sistem informasi terkait hal tersebut.***