SEPUTARTANGSEL.COM – Tunisia menghadapi krisis terbesar demokrasi pada Senin, 26 Juli 2021. Hal tersebut terjadi setelah Presiden Kais Saied menggulingkan pemerintah dan membekukan kegiatan parlemen.
Langkah Presiden Kais Saied itu dianggap oleh lawan politiknya sebagai kudeta yang harus ditentang.
Dikutip dari Reuters, pada minggu, 25 Juli 2021 malam, Presiden Kais Saied meminta konstitusi untuk memberhentikan pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Hichem Mechichi. Selain itu, Presiden juga mengeluarkan dekrit yang membekukan parlemen untuk jangka waktu 30 hari. Dia mengatakan, akan memerintah bersama perdana menteri baru.
Baca Juga: Rizky Billar dan Lesti Kejora Peringati Setahun Hubungannya dengan Bantu 12 Pelaku UMKM
Tidak hanya itu, Presiden Saeid juga menangguhkan kekebalan hukum anggota parlemen dan mengambil alih kantor kejaksaan umum.
Langkah Presiden menggulingkan pemerintah dilakukan sehari setelah protes terhadap pemerintah dan partai terbesar parlemen, Ennahda Islamis moderat. Protes dilakukan karena adanya lonjakan kasus Covid-19 dan meningkatknya kemarahan atas tidak berfungsinya lembaga politik sehingga terjadi penurunan ekonomi.
Beberapa jam setelah pengumuman, Presiden mendapat dukungan dari banyak pihak. Kerumunan besar pun terjadi di Tunisia dan kota-kota lain. Mereka bersorak dan menari. Sementara itu, militer memblokir parlemen dan stasiun televisi negara.
Baca Juga: Tentara Amerika ke Indonesia Latihan Bersama TNI AD, Dipo Alam Komentari Begini
Ketua Parlemen, Rached Ghannouchi yang juga sekaligus Ketua Partai Ennahda, mengecam langkah presiden sebagai kudeta dan serangan terhadap demokrasi.