SEPUTARTANGSEL.COM - Kudeta militer yang terjadi di Myanmar pada Senin, 1 Januari 2021 mengundang gelombang demonstrasi besar-besaran dari masyarakat Myanmar.
Selama tiga hari berturut-turut, masyarakat Myanmar melakukan gelombang demonstrasi untuk menolak atau menentang kudeta yang dilakukan militer terhadap pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi.
Dengan begitu, Amerika Serikat (AS) menyayangkan sikap militer Myanmar, pasalnya, meski masyarakat telah melakukan demonstrasi, namun militer Myanmar membatasi pertemuan publik.
Baca Juga: BMKG Beri Peringatan untuk Penduduk di Wilayah Indonesia Bagian Barat, Ada Apa?
AS memberikan dukungan kepada masyarakat Myanmar untuk terus melakukan demonstrasi untuk mendapatkan haknya.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, dikutip dari Antara pada Senin, 8 Februari 2021.
"Kami mendukung rakyat Myanmar, mendukung hak mereka untuk berkumpul secara damai, termasuk memprotes secara damai untuk mendukung pemerintah yang dipilih secara demokratis," kata Price dalam jumpa pers.
Menurut Price, kudeta militer yang terjadi di Myanmar sehingga menyebabkan Krisis menjadi ujian besar bagi janji Presiden AS Joe Biden yakni memprioritaskan hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri AS.