Cerita Sukses UMKM BRI: Choirul Mahpuduah Bangun Komunitas Usaha 'Kampung Kue' Surabaya Omzet Puluhan Juta

- 22 Mei 2022, 12:19 WIB
Choirul Mahpuduah sukses membangun komunitas usaha “Kampung Kue” di Rungkut Lor Gang 2 RT 04 RW 05 Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya dengan bantuan CSR BRI Peduli.
Choirul Mahpuduah sukses membangun komunitas usaha “Kampung Kue” di Rungkut Lor Gang 2 RT 04 RW 05 Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya dengan bantuan CSR BRI Peduli. /Foto: Dok. BRI/

SEPUTARTANGSEL.COM – Siapa pun punya hak dan peluang yang sama untuk meraih kesuksesan, sepanjang mau bekerja keras dan berusaha.

Banyak orang dengan beragam latar belakang berhasil meraih kesuksesan, bermodal tekad kuat dan kerja keras.

Hal itu juga diyakini Choirul Mahpuduah (53 tahun), perempuan warga Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya, Jawa Timur.

Baca Juga: Hindari Kejahatan Social Engineering, Ini Tips BRI Agar Nasabah Menjaga Rahasia Data Pribadi

Choirul Mahfuduah sukses menjadi pebisnis dengan membangun komunitas usaha “Kampung Kue” di lingkungan tempat tinggalnya.

Sebelumnya, Mahpuduah pernah bekerja sebagai buruh pabrik. Namun, usai kena PHK dia memilih untuk mendirikan komunitas usaha perempuan di kampungnya.

Di dalam komunitas ini terdapat beberapa unit usaha termasuk usaha kue milik Mahpuduah. Dia menyebut “Kampung Kue” merupakan paguyuban yang anggotanya terdiri dari 63 orang pengusaha kue.

“Kampung kue saya gagas mulai tahun 2005, saya melihat tahun 2005 itu banyak ibu-ibu di kampung saya kalo pagi-pagi sudah menganggur atau merumpi tidak melakukan kegiatan yang produktif. Kalau siang sebagian dari mereka dikejar-kejar rentenir,” katanya.

Baca Juga: BRI Bentuk “BRILinkers”, Transformasi Paguyuban Agen BRILink untuk Perkuat Layanan Inklusi Keuangan

Dari situ dia berpikir, untuk membuat komunitas “Kampung Kue” di Rungkut Lor Gang 2 RT 04 RW 05 Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya, agar ibu-ibu di sana menjadi produktif.

Sebelum mendirikan komunitas, perempuan berusia 53 tahun ini terlebih dahulu melakukan pengamatan kecil-kecilan.

Warga setempat pada tahun 1970-an dikenal sebagai produsen pakaian dalam laki-laki dan perempuan. Kemudian, ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 sebagian ada yang memproduksi kue.

Tapi saat itu tidak terlalu berdampak besar apalagi dampaknya terhadap masyarakat lingkungan sekitar.

Akhirnya Mahpuduah, mencoba mengembangkan potensi yang pertama yaitu mengembalikan kejayaan Rungkut Lor Gang 2 dengan membuka usaha sulam pita.

Tapi, usaha itu tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian ibu-ibu.

Baca Juga: Coca-Cola Europacific Partners Indonesia Gunakan Corporate Billing Management BRI

Menurutnya, dengan membangun komunitas usaha bisa mengangkat martabat perempuan menjadi pribadi yang lebih produktif, khususnya bagi ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 yang sebelumnya menganggur.

Di samping itu, ada sebagian ibu-ibu yang menolak didirikannya komunitas, namun dia menganggap hal tersebut merupakan hal yang lumrah.

Berbekal tekad yang kuat, akhirnya pada tahun 2005 resmi berdiri komunitas “Kampung Kue” yang di dalamnya terdiri dari 63 pengusaha kue, baik kue basah dan kering.

“Dari situ saya mengajak ibu-ibu pelatihan bikin kue sebisa saya. Kemudian lama-kelamaan kita punya jaringan dengan LSM-LSM perempuan, serikat buruh dan dinas-dinas dengan perusahaan perusahaan swasta, BUMN, universitas dan para mahasiswa yang akhirnya membuat nama kampung kue semakin dikenal,” ujarnya.

Saat awal mendirikan komunitas Kampung Kue, dihadapkan dengan kesulitan pembiayaan. Saat itu, semua pendanaan masih keluar dari kantong pribadi Mahpuduah.

Baca Juga: BRI Roadshow ke Unit Kerja Holding Ultra Mikro, Internalisasi Sinergi BRIGADE MADANI

Kemudian, dia sadar bahwa diperlukan urunan dana dari anggota. Terkumpulah dana sebanyak Rp 150 ribu yang berasal dari 3 orang anggota komunitas Kampung Kue.

Dana tersebut digunakan untuk simpan pinjam anggota jika memerlukan dana untuk membuat kue.

Seiring berjalannya waktu, anggota komunitas terus bertambah, dari 10 orang menjadi 15 orang, seterusnya hingga kini ada 63 orang.

Setiap anggota diarahkan untuk memiliki simpanan pokok Rp 50 ribu dan simpanan sukarela disesuaikan dengan kemampuan anggota, sementara simpanan wajibnya Rp 10 ribu per bulan.

“Saat pertama kali berdiri komunitasnya kesulitan dalam pendanaan. Tapi setelah semua perusahaan swasta, BUMN, pemerintah, akademisi mengenal kampung kue, akses permodalan pun menjadi lebih mudah termasuk dengan BRI,” ujarnya.

Baca Juga: BRI Konsisten Tingkatkan Porsi CASA, Biaya Dana Semakin Efisien

Untuk omset sendiri, sebelum pandemi perputaran uang per hari dalam komunitas Kampung Kue mampu mencapai Rp 20 juta per hari.

Namun, ketika pandemi hanya 10 persennya. Sekitar bulan Juli tahun 2021 ekonomi semakin membaik, akhirnya di tahun 2022 ini Kampung Kue bisa bangkit kembali.

Mahpuduah menjelaskan, memang penghasilan setiap anggota berbeda-beda karena pengelolaannya diserahkan ke masing-masing individu.

Tapi dengan banyaknya jumlah anggota, dan karakter bisnisnya ibu-ibu itu berbeda-beda, ada yang mempekerjakan karyawan bahkan ada juga yang masih memanfaatkan anggota keluarganya masing-masing untuk membantu membuat kue.

Produk kue yang dihasilkan komunitasnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kue basah dan kue kering. Untuk Kue basah ada dadar mawar, pisang coklat, dadar gulung, lumpur, pandan fla, puding, onde-onde, muffin, apem, terang bulan, pastel, risoles, pie susu, pie apel, pie susu keju, donat dan masih banyak lainnya.

Baca Juga: BRI dan Sharing Vision Gelar Financial Data Challenge 2022, Dorong Pengembangan Data Scientist

Sementara, produk kue kering terdiri dari Almond Crispy, kacang, dan Cheese stick. Untuk harga, Kampung Kue mematok di kisaran Rp 1.500 – Rp 4.500 untuk kue basah. Sementara kue kering mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 70.000.

“Ada Kue-kue basah tetapi ada juga kue-kue kering yang dihasilkan di kampung kue, dan bisa menjadi oleh-oleh khas Surabaya misalnya almond crispy yang saya produksi itu sudah bisa dijual bisa menembus pasar Singapura melalui Bank Indonesia,” katanya.

Sebab kue kering itu sifatnya tahan lama dibanding kue basah, sehingga penjualannya bisa sampai ke luar negeri, dan penjualannya hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
Seperti ke Jakarta, Kalimantan, Bogor, Batam, Mataram, dan Bali. Tak hanya penjualan offline, komunitas Kampung Kue juga menjual berbagai produknya secara online, baik melalui media sosial seperti facebook, Instagram, dan WhatsApp. Anggota komunitas juga sudah mengikuti kelas-kelas digital marketing.

Bantuan CSR BRI

Mahpuduah mengatakan, hampir semua anggota komunitas Kampung Kue adalah nasabah BRI. Akhirnya begitu mantri BRI datang dan mereka tertarik dengan kegiatan Kampung Kue, hingga memutuskan menyalurkan bantuan berupa sarana dan prasarana pada tahun 2021.

“Seperti tenda, celemek, meja, baju, topi, dan pameran-pameran kita diajak BRI untuk mempromosikan produk Kampung Kue. Kami tidak dapat bantuan uang, tapi sarana dan prasarana dalam bentuk barang yang bisa kita manfaatkan,” ungkapnya.

Kata dia, pada 8 Februari 2022 kemarin Kampung Kue telah diresmikan oleh Wali Kota Surabaya sebagai Kampung Wisata Kuliner, dan edukasi.

Baca Juga: Pembiayaan Ultra Mikro BRI Selamatkan Petani dan Pedagang Kecil dari Jerat Rentenir

Apa yang diberikan BRI sangat bermanfaat, karena meja dan tendanya bisa dipakai untuk berjualan. Sementara, untuk bantuan bentuk uang lebih ke KUR. Para anggota komunitas Kampung Kue menjadi lebih mudah mendapatkan pinjaman dari BRI.

“Selama kita bekerja sama dengan banyak pihak kita lebih mengutamakan kerjasama bantuan sarana dan prasarana, pelatihan-pelatihan, digital marketing, hingga food photography. BRI juga mengajak kita untuk ikut Bazaar Ramadhan di Maspion Square. Menurut saya BRI telah memudahkan ibu-ibu membuka usaha,” pungkasnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x