Raksasa Farmasi dan Pemerintah Diminta Transparan Soal Pembiayaan Vaksin Covid-19

- 30 Oktober 2020, 07:15 WIB
Pengujian sampel vaksin Covid-19 nonaktif di sebuah laboratorium milik Sinovac Biotech Ltd.
Pengujian sampel vaksin Covid-19 nonaktif di sebuah laboratorium milik Sinovac Biotech Ltd. /Foto: - ANTARA / Xinhua/

SEPUTARTANGSEL.COM - Perusahaan farmasi diminta transparan soal pembiayaan dan persyaratan penyediaan vaksin Covid-19.

Perusahaan farmasi juga diminta menyediakan vaksin dengan harga terjangkau untuk semua orang.

Produsen obat Prancis Sanofi dan GlaxoSmithKline dari Inggris pada Rabu 28 Oktober 2020 mengatakan, mereka akan memasok 200 juta dosis kandidat vaksin Covid-19 ke fasilitas vaksin COVAX global yang didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan aliansi vaksin GAVI.

Baca Juga: [Lowongan Kerja] Kemenkominfo Lagi Cari Jodoh, yang Naksir Silakan Melamar

Baca Juga: Serangan Senjata Tajam Tewaskan Tiga Orang di Gereja Prancis

Seperti dikutip Seputartangsel.com dari Reuters, Kamis, Medecins Sans Frontieres atau Dokter Lintas Batas meminta kedua perusahaan memberikan perincian seputar harga, pasokan, dan persebaran vaksin yang terbukti aman dan efektif.

“Perusahaan farmasi Sanofi dan GSK harus menjual vaksin mereka dengan harga terjangkau dan membuka pembukuan mereka untuk menunjukkan kepada publik secara tepat berapa biaya untuk membuat vaksin tersebut,” kata Kate Elder, penasihat kebijakan vaksin senior di Medecins Sans Frontieres.

Tidak ada perusahaan yang membagikan informasi tentang penelitian dan pengembangan, uji klinis, atau biaya produksi  vaksin Covid-19 potensial.

Baca Juga: Adu Seram Halloween, Ini Tiga Rekomendasi Film Horor Korea

Baca Juga: Ada Gelagat Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Akan Dibuka, Awas Penerima Gelombang 10 Dicabut

Karena hal ini penting bagi publik untuk menilai besaran harga yang ditetapkan.

"Tidak ada ruang untuk rahasia selama pandemi dan pengalaman masa lalu memberi tahu kami bahwa kami tidak dapat mengambil kata-kata farma tanpa data untuk mendukung klaim mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.

Sanofi dan GSK tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Baca Juga: Selebrasi Striker Lazio Ini Sindir Akurasi Hasil Swab Test Covid-19

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Ada Tanda-tanda Akan Dibuka, Yuk Siap-siap!

Lebih dari setengah volume dosis yang diharapkan dari vaksin kandidat terkemuka telah dibeli 13 persen dunia. Terutama negara-negara berpenghasilan tinggi.

Human Rights Watch, dalam laporan terpisah, mengatakan pemerintah yang mendanai vaksin dengan uang publik harus transparan tentang syarat dan ketentuan yang terlampir.

Kelompok yang berbasis di New York itu mendesak negara-negara untuk mendukung proposal India dan Afrika Selatan untuk menerapkan beberapa aspek aturan kekayaan intelektual pada paten untuk membolehkan manufaktur skala besar dan keterjangkauan.

Baca Juga: Elektabilitas Capres Ganjar Pranowo Tertinggi, PDIP: Belum Mikir Pilpres 2024

Baca Juga: Jaga Mutu dan Keamanan, BPOM: Obat dan Vaksin Covid-19 Harus Lulus Uji Klinis

Pengabaian kekayaan intelektual sementara diperdebatkan bulan ini di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tetapi ditentang Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Swiss, dan lainnya.

"Sejak awal pandemi, prioritas kami adalah memastikan bahwa semua orang menikmati hasil sains. Di masa-masa sulit ini, teknologi dan penemuan kesehatan terbaik tidak dapat disimpan hanya untuk beberapa orang, itu harus tersedia untuk semua," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

“Berbagi data dan informasi yang sering dirahasiakan atau dilindungi oleh kekayaan intelektual dapat meningkatkan kecepatan perkembangan teknologi secara signifikan,” tambahnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x