SEPUTARTANGSEL.COM – Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa 11 September 2001 mengubah hidup banyak orang, termasuk Muslim Amerika Serikat (AS) yang cukup banyak jumlahnya.
Kehidupan Muslim AS pasca peristiwa 11 September 2001 menjadi sangat kelam. Mereka kehilangan teman, menghadapi intimidasi, dan menjadi sasaran rasis terang-terangan.
Segera setelah peritiwa 11 September 2001, kejahatan kebencian terhadap kaum Muslim di AS melonjak. Berdasarkan statistik FBI, dari 28 insiden pada tahun 2000, kekerasan bertambah menjadi 481 pada tahun 2001.
Baca Juga: Taliban Umumkan Pemerintah Baru Afghanistan, Begini Respons Amerika Serikat dan China
Bahkan, sampai tahun 2019, FBI masih mencatat ada 219 insiden kekerasan terhadap Muslim di AS.
“Setelah 11 September kebencian dan diskriminasi meningkat,” ujar Sumayyah Waheed, konsultan kebijakan pada Moslem Adovocates, dilansir SeputarTangsel.Com dari AlJazeera, Kamis 9 September 2021.
“Tiba-tiba, kehidupan sehari-hari muslim Amerika menjadi subjek konsumsi publik secara luas. Keyakinan mereka dirasialiasai dan semua komunitas menghadapi pengawasan ketat dari masyarakat Amerika yang belum pernah terjadi sebelumnya,” sambungnya.
Empat puluh lima hari setelah setelah serangan di menara kembar Word Trade Centre, New York dan Pentagon, Kongres mengesahkan Patriot Act, sebuah Undang-Undang yang memudahkan lembaga penegak hukum AS untuk melacak aktivitas serta memantau kominikasi online semua orang Amerika yang dicurigai melakukan terorisme.