Baca Juga: Kompetisi Liga Sepak Bola Indonesia Siap Digelar, Ini Syaratnya
Baca Juga: Tingkatkan Tracing Covid-19, Kementerian Kesehatan Perbanyak Tes Antigen di Puskesmas
Kepada Reuters di hari Rabu Waititi merasa tidak terkejut dengan perlakuan ketua dewan, sebagaimana masyarakat suku Maori telah menghadapi perlakuan serupa selama ratusan tahun lamanya.
"Suku Maori belum diperlakukan secara setara di dalam negaranya sendiri dan masyarakat pribumi di seluruh dunia telah mengalami diskriminasi karena sistem yang rasis yang membuat orang-orang kami tetap berada di urutan kedua," katanya.
"Tali jerat telah dibebaskan dari leher kami, dan kami sekarang dapat menyanyikan lagu-lagu kami," ungkap Waititi di wawancaranya.
Parlemen Selandia Baru saat ini adalah parlemen terpilih yang paling inklusif sepanjang sejarah negaranya. Sebanyak setengah dari 120 kursi di parlemen dipegang oleh wanita.
Terdapat 11 persen representasi dari golongan LGBTQI dan 21 persen dari suku Maori. Dari pemilihan ulan Oktober lalu terpilih anggota parlemen pertama yang berasal dari Afrika dan Sri Lanka.
Baca Juga: Anies Klaim Kemacetan di Jakarta Berkurang, Ferdinand Hutahaean: Bukan karena Kinerja, tapi Covid!
Namun bagi Waititi, masih ada rasisme tersistematis di Selandia Baru karena dampak kolonisasi di masa lalu.