Kelompok HAM Tuduh Militer Myanmar Blokir Bantuan Bagi Warga Sipil

10 November 2021, 12:54 WIB
Salah satu suasana demonstrasi di Myanmar setelah kudeta 1 Februari 2021 yang membuat konflik berkepanjangan /Foto: Reuters/ Stringer///

SEPUTARTANGSEL.COM - Sebuah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) menuduh militer Myanmar memblokir bantuan kepada warga sipil di negara bagian Karenni Timur. 

Militer Myanmar dituduh menangkap pekerja kemanusiaan dan menghancurkan persediaan makanan yang ditujukan bagi orang-orang terlantar akibat konflik.

Kelompok HAM yang dimaksud adalah Fortyfy Rights Dikatakannya  militer Myanmar setidaknya telah menangkap 14 pekerja bantuan di negara bagian Karenni sejak kudeta 1 Februari 2021.

Baca Juga: Kudeta Militer Hancurkan Impian Pelajar Kejar Pendidikan Tinggi di Myanmar  

Fortyfy Rights melaporkan hasil wawancaranya kepada lebih dari 20 orang yang terlantar, pekerja kemanusiaan, dan anggota kelompok bersenjata. 

Dalam catatannya dikatakan militer juga telah melakukan pembakaran, menjarah properti sipil, menghancurkan makanan, obat-obatan, dan pasokan bantuan lainnya.

"Menargetkan bantuan dan pekerja kemanusiaan dalam konteks konflik bersenjata adalah kejahatan perang," ujar Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rghts sebagaimana dilansir SeputarTangsel.Com dari Al Jazeera, Rabu 10 November 2021.

Dugaan pemblokiran bantuan terjadi di tengah pertempuran di negara bagian Karenni antara militer Myanmar dan kelompok bersenjata. Di dalamnya termasuk pula milisi yang didirikan oleh warga sipil setelah kudeta, Pasukan Pertahanan Rakyat.

Sebelumnya, lebih dari 100.000 orang mengungsi ke negara bagian timur setelah kudeta, Namun, Junta tidak memfasilitasi bantuan kepada para pengungsi. Mereka justru menolak akses warga sipil yang memberikan bantuan.

Baca Juga: Myanmar Bebaskan Ratusan Tahanan Politik di Bawah Tekanan ASEAN

Pada Mei lalu diketahui militer telah menangkap dua wanita dan satu pria pekerja sosial di dekat Desa Pan Kan di Kotapraja Loikaw. Sampai saat ini mereka masih dalam penahanan.

"Kami semua takut untuk bekerja di bawah kondisi ini, tetapi kami melakukan sebanyak yang bisa diperbuat," kata seorang pekerja.

Selanjutnya, di bulan Juni, tentara telah menghancurkan dan membakar persediaan beras yang disimpan di sebuah sekolah di Desa Loi Yin Taung Case. Wilayah perbatasan negara bagian Karenni dan Shan.

Selain itu, kelompok Fortyfy Rights juga mencatat, Junta telah menunda otorisasi perjalanan untuk pekerja bantuan internasional dan memasang penghalang jalan. Mereka menghentikan kendaraan di pos pemeriksaan dan menyita pasokan bantuan. 

Baca Juga: Konvoi Militer Myanmar Diserang Bom oleh Para Pembangkang  

"Junta Myanmar menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional. PBB dan negara-negara anggota ASEAN harus segera mendukung bantuan darurat lintas batas bagi para pengungsi dan memastikan akuntabilitas atas kejahatan keji Junta," sambung Ismail Wolff.

"Nyawa dipertaruhkan dan seluruh penduduk Myanmar berada di bawah ancaman," ujar Ismail Wolff.

Oleh karena itu, Ismail Wolff menyerukan, pemerintah Thailand, India, China, dan Bangladesh yang wilayahnya berbatasan untuk segera memberi wewenang kepada badan-badan kemanusiaan untuk memberikan bantuan lintas batas kepada warga sipil Myanmar.

Dia juga menyarankan pemerintah negara perbatasan untuk melarang penjualan senjata ke Myanmar, menjatuhkan sanksi yang ditargetkan kepada anggota militer, dan menolak akses mereka ke keuangan. ***   

Editor: Tining Syamsuriah

Tags

Terkini

Terpopuler