Baca Juga: Najwa Shihab dan Suami Tak Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya Untuk Klarifikasi
Jumlah tersebut lebih besar ditambah para pekerja di luar keanggotaan FSP RTMM-SPSI.
“Mereka terpaksa kehilangan pekerjaan karena banyak pabrikan tutup dan melakukan rasionalisasi tenaga kerja akibat regulasi pengendalian konsumsi rokok, yang kenyataannya mengarah kepada mematikan IHT,” ungkap Sudarto.
Dia berpendapat bahwa tahun 2020 merupakan ujian berat bagi para pekerja karena menghadapi pukulan ganda. Yakni kenaikan cukai sebesar 23 persen lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 dan pandemi Covid-19.
Baca Juga: Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian hari ini, Sabtu 21 November 2020
Baca Juga: Lima Lokasi Pelayanan SIM Keliling di Jakarta Hari Ini, Sabtu 21 November 2020
Jika pemerintah tetap bersikukuh menaikkan tarif cukai 2021 terutama untuk segmen padat karya SKT maka menjadi ironis.
"Situasi di lapangan saat ini benar–benar berat. Banyak pabrik yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja SKT terancam menghentikan operasional karena dampak Covid-19. Dari sisi bisnis, kita khawatir perusahaan enggan mempertahankan SKT dan condong mendorong perpindahan ke rokok mesin,” kata Sudarto.
Seorang pekerja SKT hanya bisa melinting sekitar 360-an batang per jam sementara mesin menghasilkan lebih dari 600 ribu batang per jam dengan jumlah pekerja minim.
Baca Juga: Dari Apel Kesiapan Pengamanan Pilkada Serentak Jadi Ancaman Bubarkan FPI