Tim riset memiliki sembilan anggota, yaitu Endra Gunawan, Nick Rawlison, Abdul Muhari, Nuraini Rahma Hanifa, Jim Mori, Pepen Supendi, Susilo, Andri D Nugraha, Hasbi A Shiddiqi, dan Hengki E Putra.
Dijelaskan Widiyantoro, tim juga memanfaatkan data GPS yang berasal dari 37 stasiun yang telah dipasang di Jawa Timur dan Jawa Tengah selama enam tahun terakhir.
Baca Juga: Akhirnya, Positif Covid-19 di Tangsel Tembus 1.000 Kasus
Hasil pengolahan data digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, apabila terjadi gempa besar.
Area tersebut dapat berpotensi menjadi sumber gempa di masa mendatang, jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip).
Widiyantoro menjelaskan bahwa pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam studi ini serupa dengan yang digunakan untuk penelitian Palung Nankai di Jepang.
Artikel ini telah tayang di Depok.pikiran-rakyat.com dengan judul: Berpotensi Tsunami Akibat Seismic Gap Pecah, Warga di Dekat Pantai Selatan Jawa Diimbau Waspada
Dengan mengadopsi asumsi tersebut, area laju gerak lempeng yang tinggi tadi berpotensi pecah secara bersamaan atau terpisah saat terjadi gempa.
Luas zona defisit slip di selatan Jawa Barat setara gempa bumi dengan magnitudo 8.9, juga dengan asumsi periode ulang gempa 400 tahun sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.
Sedangkan zona dengan defisit slip tinggi di bagian timur setara dengan gempa bermagnitudo 8.8 untuk periode ulang yang sama.