Gara-gara Minta Maaf Kepada Cina, Intel Terancam Kehilangan Dana Amerika Serikat

- 12 Januari 2022, 00:05 WIB
Perusahaan chip Amerika Serikat, Intel meminta maaf kepada Cina setelah menyebut tidak akan menggunakan barang, jasa, maupun pekerja dari Xinjiang pada bulan Desember 2021 lalu.
Perusahaan chip Amerika Serikat, Intel meminta maaf kepada Cina setelah menyebut tidak akan menggunakan barang, jasa, maupun pekerja dari Xinjiang pada bulan Desember 2021 lalu. /Foto: Pixabay/Bru-nO/

SEPUTARTANGSEL.COM - Senator Amerika Serikat Marco Rubio mengancam akan memutus dana pemerintah kepada perusahaan pembuat chip Intel setelah menyampaikan permintaan maaf kepada Cina, yang ia sebut "memalukan".

Dikutip Seputartangsel.com dari The Verge 11 Januari 2022, pada bulan Desember 2021 lalu Intel merilis permintaan maafnya kepada para rekan bisnis dan masyarakat di Cina setelah menyatakan dalam surat rutinnya kepada para penyuplai bahwa mereka tidak akan menggunakan barang, pekerja atau jasa dari daerah Xinjiang.

Ketetapan ini diwajibkan oleh peraturan Amerika Serikat sebagai bagian dari sanksi perdagangan terhadap Cina atas persekusi yang masih berlangsung terhadap masyarakat etnis Uyghur di Xinjiang, yang oleh pemerintah Amerika telah dikategorikan sebagai genosida.

Baca Juga: Diam-diam Naik Lagi, Kasus Aktif Covid-19 di Tangsel Kini Mendekati 100

Surat itu lantas menjadi viral di Cina dan menyebabkan reaksi keras dari masyarakat terhadap perusahaan dari Amerika Serikat ini. Menurut The Verge, Intel tidak hanya menyatakan permintaan maaf secara publik, namun juga menghapus semua penyebutan terkait Xinjiang di websitenya.

"Kami mengubah beberapa bahasa berdasarkan kekhawatiran dari para pemangku kepentingan untuk fokus pada prinsip dan kebijakan yang dapat diterapkan secara global," kata direktur senior komunikasi perusahaan William Moss kepada The Verge, ketika ditanyakan soal penghapusan itu.

Merespon tindakan Intel tersebut, pada hari Senin 10 Januari dalam pernyataannya Rubio menyebutkan bahwa 'kepengecutan' Intel adalah konsekuensi yang gampang ditebak lainnya akibat dari bergantung secara ekonomi kepada Cina.

"Daripada permintaan maaf yang memalukan dan menyensor diri, para perusahaan harus memindahkan rantai suplai mereka ke negara-negara yang tidak menggunakan budak pekerja atau melakukan genosida," ujar Rubio.

Baca Juga: Stok Beras Dalam Negeri Naik 2 Juta Ton, Syahrul Yasin Limpo: Semua Pihak Lakukan Adaptasi dan Mitigasi

Halaman:

Editor: Ihya R. Azzam


Tags

Terkait

Terkini

x