Konferensi Genosida Xinjiang Digelar, China Diminta Bertanggung Jawab Atas Dugaan Pelanggaran HAM di Uighur

- 1 September 2021, 18:25 WIB
Penjaga keamanan berdiri di gerbang yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Kabupaten Huocheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, 3 September 2018.
Penjaga keamanan berdiri di gerbang yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Kabupaten Huocheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, 3 September 2018. /Foto: REUTERS/Thomas Peter/

SEPUTARTANGSEL.COM - Konferensi Genosida Xinjiang untuk membahas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap etnis minoritas Muslim Uighur telah dimulai di Inggris, Rabu, 1 September 2021.

Konferensi Genosida Xinjiang tersebut diselenggarakan selama tiga hari yang dimulai dari tanggal 1-3 September 2021 mendatang.

Para akademisi, pengacara, politisi dan kelompok HAM turut mengikuti acara Konferensi Genosida Xinjiang tersebut.

Baca Juga: China Dilaporkan Miliki Penjara Rahasia di Dubai untuk Menahan Warga Uighur, Begini Keterangan Saksi

Konferensi tersebut bertujuan untuk meminta Pemerintah China untuk bertanggung jawab terhadap dugaan genosida terhadap etnis minoritas muslim Uighur yang berada di wilayah barat laut Xinjiang.

Agenda dalam acara tersebut di antaranya adalah membahas bukti-bukti dugaan kekejaman Beijing yang menargetkan etnis minoritas muslim Uighur, seperti kerja paksa, pengendalian kelahiran, dan penindasan agama.

Tidak hanya itu, konferensi itu juga akan membahas mengenai cara-cara yang dapat memaksa tindakan internasional untuk menghentikan dugaan pelanggaran HAM di Uighur.

Baca Juga: China Minta PBB Selidiki Temuan Sisa Tubuh 215 Anak di Kanada, Justin Trudeau Pertanyakan Uighur

Akademisi yang berfokus dalam studi Uighur, Jo Smith Finley mengungkapkan konferensi tersebut tidak hanya membahas hal-hal ilmiah semata.

Dia mengatakan acara tersebut untuk menyatukan berbagai keahlian dan pengaruh para peserta yang hadir agar bisa memberikan tekanan lebih berat terhadap China. Sehingga, pelanggaran HAM di Uighur bisa berakhir.

"Kami mengumpulkan semua orang ini untuk menggabungkan keahlian dan pengaruh mereka untuk meningkatkan tekanan pada China," kata Finley, dikutip SeputarTangsel.Com dari Associated Press News pada Rabu, 1 September 2021.

Baca Juga: China Geram, PBB Akan Bahas Uighur dan Penindasan Minoritas Lain di Xinjiang

"Kami juga memikirkan cara untuk mengakhiri penderitaan yang terjadi pada orang-orang Uighur,” tambahnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan peristiwa yang terjadi di Uighur merupakan sebuah bencana kemanusiaan.

Dia mengungkapkan salah satu penelitian yang dilakukan oleh seorang akademisi bernama Adrian Zenz mengenai pemaksaan perempuan Uighur untuk disterilisasi atau tubektomis akan disajikan dalam acara tersebut.

Baca Juga: China Larang Negara-Negara PBB untuk Datang ke Xinjiang Terkait Penindasan Terhadap Muslim Uighur

Menurutnya, hal tersebut mendukung klaim bahwa Beijing secara paksa berusaha mengurangi populasi Uighur.

Finley juga menyampaikan salah satu tujuan dari konferensi itu adalah untuk mempertimbangkan pemboikotan Olimpiade Musim Dingin 2022 yang digelar di Beijing sebagai langkah mempermalukan China.

"Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mempermalukan China," ujarnya.

Baca Juga: Jalani Ramadhan di China, Umat Muslim Uighur di Xinjiang Hadapi Diskriminasi yang Ditetapkan Partai Komunis

Sebagai informasi, para peneliti mengungkapkan ada sekira 1 juta orang yang sebagian besarnya adalah orang-orang Uighur dikurung di kamp-kamp pendidikan di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah China dituding telah menerapkan kerja paksa, pengendalian kelahiran dengan paksa, menghapus identitas budaya dan agama Uighur, dan memisahkan anak-anak dari orang tuanya.

Namun, Juru Bicara Xinjiang, Xu Guixiang membantah tudingan tersebut dalam sebuah konferensi pers minggu ini. Dia mengatakan kebijakan pemerintah justru telah memulihkan stabilitas di daerah tersebut.

"Mereka mengatakan lebih dari 1 juta orang telah dikurung di Xinjiang, tetapi kenyataannya sebagian besar lulusan pusat pelatihan dan pendidikan mendapatkan pekerjaan yang stabil dan menjalani kehidupan yang bahagia,” kata Xu.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum

Sumber: Associated Press


Tags

Terkait

Terkini

x